Selasa, 23 November 2010

perbandingan kurikulum


KOMPARATIF KURIKULUM IPS SD 1994
DAN KURIKULUM IPS SD 2004
Oleh : Yulia Tri Samiha


Abstrak

Kata kunci : Kurikulum, Model pembelajaran, Kompetensi.
 Ilmu Pengetahuan Sosial tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan kajian dari beberapa konsep Ilmu sosial diantaranya geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya.
Dalam mengajarkan IPS di SD sangat memerlukan kreativitas dan kemampuan menganalisis dan menyesuaikan dengan kajian dan lingkungan dimana anak hidup bersosial.
Dengan melihat berbagai peran IPS, maka penanaman nilai-nilai Sosial sangat diharapkan untuk mewujudkan masyarakat yang dinamis dan maju.
Kurikulum IPS SD 1994 lebih banyak memberikan peluang kepada guru selaku pengembang GBPP di lapangan maka terdapat beberapa teknik pengembangan materi, seperti pengembangan materi berdasarkan konsep, berdasarkan isi (content), berdasarkan keterampilan proses, berdasarkan masalah, berdasarkan kekhususan daerah, dan berdasarkan pendekatan penemuan (inkuiri). Kurikulum IPS SD 1994 menekankan pada beberapa hal: Membaca, menulis, dan berhitung, muatan lokal, Ilmu pengetahuan dan teknologi, wawasan lingkungan, pengembangan nilai, pengembangan keterampilan.
Kurikulum IPS SD tahun 2004 mengkontribusi bagamana mengembangkan sebuah model pembelajaran yg memadai untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa. Salah satu model pembelajaran yg dihasilkan adalah pembelajaran kooperatif sebagai pengembangan dari perpaduan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) atau Pembelajaran Peningkatan Prestasi Tim (PPPT); Teams-Games Tournament (TGT) atau Pembelajaran Permainan Tim (PPT); Jigsaw atau Permainan Keahlian Tim (PKT) dari Slavin dan Pembelajaran Kooperatif dari A.Lie. Sehingga melahirkan rencana pembelajaran yang berisi komponen-komponen yang sama dengan rencana pembelajaran sebagaimana digunakan di sekolah, yang biasa disebut rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), tetapi memiliki spesifikasi untuk mengajarkan tema atau topik-topik IPS yang menekankan keterampilan sosial.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum IPS harus bersifat terus menerus (developmental) dan ini merupakan suatu prinsip penting ketika menerjemahkan dokumen kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran.

Abstract
Keywords: curriculum, learning models, Competence.
Social Sciences does not stand alone but is a study of some social science concepts such as geography, economics, sociology, anthropology, and so forth. In teaching social studies in elementary school are in need of creativity and the ability to analyze and adjust with the study and the environment in which children live bersosial.
By looking at the various roles IPS, then planting Social values are highly expected to realize a dynamic and advanced society.
Elementary social studies curriculum in 1994 give more opportunities for teachers as the developer GBPP in the field then there are several techniques for the development of material, such as the development of materials based on the concept, based on the content (content), based on process skills, based on the problem, based on regional specificities, and based on the discovery approach ( inquiry). Elementary social studies curriculum in 1994 emphasized on several things: Reading, writing, and arithmetic, local content, science and technology, environmental knowledge, values development, skills development.
Elementary social studies curriculum in 2004 contributed who developed a learning model is sufficient to improve student social skills. One of the resultant learning model is cooperative learning as the development of fusion Student Teams-Achievement divisions (STAD) or the Learning Improvement Team Achievement (PPPT); Teams-Games Tournament (TGT) or Learning Games Team (PPT); Jigsaw or Skill Games Team (CCP) from Slavin and Cooperative Learning from A. Lie. So bear lesson plan that contains the same components with a lesson plan as used in the school, commonly called learning implementation plan (RPP), but has the specification to teach the themes or topics that emphasize social skills IPS.
Competence developed in social studies curriculum must be constantly (developmental) and this was an important principle when translating a document into a process of learning curriculum.

A. Latar belakang

Krisis pada aspek sosial khususnya sudah sampai pada bentuk yang cukup memprihatinkan. Penyimpangan perilaku sosial tidak hanya diperlihatkan oleh para siswa tetapi juga para mahasiswa.Berbagai bentuk kemiskinan sosial juga banyak diperlihatkan, seperti miskin pengabdian,
kurang disiplin, kurang empati terhadap masalah sosial, kurang efektif berkomunikasi serta kurang disiplin. Hal itu menunjukkan adanya permasalahan pribadi dan sosial di kalangan masyarakat berpendidikan tinggi (Supriadi, D.1997:48)
Pada kalangan siswa sekolah dasar dan menengah, seperti juga masyarakat pada umumnya gejala masalah pribadi dan sosial ini juga tampak dalam perilaku keseharian. Sikap-sikap individualistis, egoistis, acuh tak acuh, kurangnya rasa tanggung jawab, malas berkomunikasi dan berinteraksi atau rendahnya empati merupakan fenomena yang menunjukkan adanya kehampaan nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Sesungguhnya dalam menghadapi kondisi yang demikian, pendidikan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar. Pendidikan dapat memberikan kontribuasi dalam mengatasi masalah sosial sebab pendidikan memiliki fungsi dan peran dalam meningkatkan sumber daya manusia.

Meskipun begitu strategis kedudukan pendidikan untuk perubahan suatu bangsa namun bangsa kita belum cukup optimis untuk mengandalkan posisi tersebut karena pada kenyatannnya kondisi dan hasil pendidikan kita belum memadai.
Persoalan pendidikan di Indonesia selayaknya dilakukan serempak pada seluruh wilayah oleh semua pihak secara profesional, namun cara tersebut sangat sulit dilakukan sehingga perlu ada prioritas. Tanpa mengurangi arti dan pentingnya jalur dan jenis pendidikan lain, pendidikan dasar, khususnya pada tingkat sekolah dasar memiliki posisi sangat strategis karena menjadi landasan bagi pendidikan selanjutnya. Pendidikan dasar yang bermutu akan memberikan landasan yang kuat bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yang bermutu pula. Sekolah Dasar juga memiliki populasi terbesar (sekitar 30 juta orang) dibandingkan dengan siswa SLTP dan SLTA.
Semua mata pelajaran walaupun bobotnya berbeda-beda dapat berperan dalam mengatasi atau mengurangi masalah dan perilaku penyimpangan sosial dan pribadi tetapi mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial dan Pendidikan Kewarganegaraan memegang peran yang lebih besar. Kemampuan pribadi dan sosial berkenaan dengan penguasaan karakteristik, nilai-nilai sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat serta kemampuan untuk hidup bermasyarakat. Penguasaan karakteristik dan nilai-nilai pribadi dan warga masyarakat banyak dikembangkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan, sedang kemampuan untuk hidup bermasyarakat banyak dikembangkan dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan kemampuan dalam hubungan tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikembangkan melalui kajian ini ditujukan untuk mencapai keserasian dan keselarasan dalam Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulum-kurikulum di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan ini tidak dapat disangkal telah membawa beberapa hasil, walaupun belum optimal. Secara umum penguasaan pengetahuan sosial atau kewarganegaraan lulusan pendidikan dasar relatif cukup, tetapi penguasaan nilai dalam arti penerapan nilai, keterampilan sosial dan partisipasi sosial hasilnya belum menggembirakan. Kelemahan tersebut sudah tentu terkait atau dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan atau pembelajarannya, kurikulum, para pengelola dan pelaksanaanya serta faktor-faktor yang berpengaruh lainnya.
Beberapa temuan penelitian dan pengamatan ahli memperkuat kesimpulan tersebut. Dalam segi hasil atau dampak pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS terhadap kehidupan bermasyarakat, masih belum begitu nampak. perwujudan nilai-nilai sosial yang dikembangkan di sekolah belum nampak dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan sosial para lulusan pendidikan dasar khususnya masih memprihatinkan, partisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan semakin menyusut.

Banyak penyebab yang melatarbelakangi mengapa pendidikan IPS belum dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan. Salah satu faktor penyebabnya dapat berpangkal pada kurikulum.
Untuk melihat perbedaan keberhasilan suatu kurikulum saya akan membandingkan antara kurikulum IPS 1994 dan 2004.
Sesuai dengan sebutannya sebagai ilmu, ilmu soial itu tekannanya kepada keilmuan yang berkenaan denagn kehidupan masyarakt atau kehidupan sosial. Oleh karena itu Ilmu sosial ini secara khusus di pelajari dan dikembankan ditingkat pendidikan tinggi.
Berkenaan denagn ilmu Sosial ini, Norma Mackenzie (1975) mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan denagn manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain adalah semua bidang ilmu yang mempelajarai manusia sebagai anggota masyarakat.

Aspek – aspek kehidupan manusia sebagia anggota masyarakat antara lain meliputi :
- aspek antar hubungan manusia dalam kelompok
- aspek kejiwaan
- aspek kebutuhan materi
- aspek norma, peraturan dan hokum
- aspek pemerintahan dan kenegaraan
- aspek kebudayaan
- aspek kesejahteraan
- aspek komunikasi
- aspek kebijaksanaan dan kesejahteraan sosial
- aspek hubungan manusia dengan alam lingkungan
- aspek pengelolaan, pengurusan, pengaturan dan lain – lain
- aspek pendidikan
- dan aspek – aspek yang lainnya.
IPS seperti halnya IPA, Matematika, Bahasa Indonesia merupakan bidang studi. Dengan demikian IPS sebagai bidang studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang garapannya itu melputi gejala – gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat.
IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan. Sifat IPS sama dengan studi sosial yang praktis, interdisipliner dan diajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. IPS yang diajarkan pada pendidikan dasar dan menengah, menjadi dasar pengantar bagi mempelajari IPS / Studi Sosial ataupun ilmu Sosial di Perguruan Tinggi. Bahkan dalam kerangka kerjanya dapat saling melengkapi. Hasil penelaahan IPS dapat dimanfaatkan oleh ilmu sosial, dan sebaliknya hasil kajian ilmu sosial, dapat dimanfaatkan oleh IPS.
Dengan demikian antara ilmu sosial, studi sosial dan ilmu pengetahuan sosial ternyata terdapat kaitan satu sama lainnya, sehingga terdapat persamaan dan perbedaan.
Keterikatan Materi IPS dengan materi Pelajaran lainnya.

B.  Permasalahan

 Sumber daya manusia dapat menjadi kekuatan utama dalam mengatasi dan memecahkan masalah sosial-ekonomi yang dihadapi, tetapi juga dapat menjadi faktor penyebab munculnya masalah-masalah tersebut. Naisbitt (dalam Fong 1999) menegaskan bahwa " Education and traning must be a major priority, they are the keys to maintaining competitiveness". Sumber daya manusia yang berkualitas, dengan pegangan norma dan nilai yang kuat, kinerja dan disiplin tinggi yang dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas dapat menjadi kekuatan utama untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Sebaliknya sumber daya manusia yang tidak berkualitas, lemah dalam pegangan norma dan nilai, rendah disiplin dan kinerja yang dihasilkan oleh pendidikan yang kurang berkualitas dapat merupakan pangkal dari permasalahan yang dihadapi.

Melihat dari latar belakang diatas maka permasalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.  Bisakah kurikulum IPS SD 1994 membantu keterampilan sosial  siswa ?
2.  Bisakah kurikulum IPS SD 2004 membantu keterampilan sosial siswa ?
3.  Bagaimanakah perbandingan antara Kurikulum IPS SD 1994 dan  Kurikulum IPS SD 2004 dalam membantu keterampilan sosial  Siswa ?


C.  Pembahasan

Dalam pembahasan ini biar lebih fokus saya akan menyoroti  kurikulum IPS SD kelas 5. Kurikulum 1994 tidak disusun berdasarkan basic competencies melainkan pada materi, sehingga dalam kurikulumnya banyak memuat konsep-konsep teoretis" (Boediono, et al. 1999: 84). Hasil Evaluasi Kurikulum IPS SD Tahun 1994 menggambarkan adanya kesenjangan kesiapan siswa dengan bobot materi sehingga materi yang disajikan dianggap terlalu sulit bagi siswa, kesenjangan antara tuntutan materi dengan fasilitas pembelajaran dan buku sumber, kesulitan manajemen waktu, serta keterbatasan kemampuan melakukan pembaharuan metode mangajar (Depdikbud, 1999).
Pemberian materi di SD diberikan oleh guru berdasarkan kurikulum pendidikan. Kurikulum pendidikan IPS di SD di Indonesia sudah terjadi beberapa perubahan, dinataranya kurikulum IPS SD tahun 1964, 1968, 1975, 1984, 1986, 1994, 2004, 2007.
Dari tiap-tipa perubahan itu mengalami peningkatan bagaimana seorang guru menyampaikan kepada anak didiknya di SD. Contohnya, materi kurikulum IPS 1994 di tata secra lebih terpadu dan lebih sederhana dari pada materi kurikulum IPS 1986 dan kurikulum IPS 1975 yang masih tampak berdiri sendiri. Pada kurikulum IPS 1994 guru dituntut untuk bisa mengembangkan materi-materi yang akan disampaikan, sedangkan pada kurikulum sebelumnya seorang lebih mengacu pada metri-materi yang ada pada buku.

Ruang lungkup pengetahuan sosial meliputi:
1. Sistem sosial dan budaya
2. Manusia, tempat, dan lingkungan
3. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
4. Waktu, keterlanjutan, dan perubahan
5. Sistem berbangsa dan bernegara.
Dalam implementasi materi Muchtar, SA. (1991) menemukan IPS lebih menekankan aspek pengetahuan, berpusat pada guru,mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak mengembangkan berpikir nilai serta hanya membentuk budaya menghafal dan bukan berpikir kritis. Dalam pelaksanaan Soemantri,N. (1998) menilai pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris sehingga siswa kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal menurut Sumaatmadja, N. (1996: 35) guru IPS wajib berusaha  secara optimum merebut minat siswa karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS.
Selanjutnya Como dan Snow (dalam Syafruddin, 2001:3) menilai bahwa model pembelajaran IPS yang diimplementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga siswa sulit memperoleh pelayanan secara optimal.
Dengan pembelajaran seperti itu maka perbedaan individual siswa di kelas tidak dapat terakomodasi sehingga sulit tercapai tujuan-tujuan spesifik pembelajaran terutama bagi siswa berkemampuan rendah. Model pembelajaran IPS saat ini juga lebih menekankan pada aspek kebutuhan formal dibanding kebutuhan riil siswa sehingga proses pembelajaran terkesan sebagai pekerjaan administratif dan belum mengembangkan potensi anak secara optimal.
Sementara itu mengacu pada Kurikulum Sekolah Dasar tahun 2004, pendidikan IPS di sekolah dasar diarahkan pada penguasaan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa sebagai warga negara Indonesia. Dengan sasaran yang sangat luas tersebut, mengacu pada latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas maka makalah ini akan dibatasi pada penguasaan keterampilan sosial.
Pada pengembangan kurikulum dalam bidang IPS yang diarahkan pada peningkatan keterampilan sosial siswa Sekolah Dasar. Pengembangan kurikulum terkait dengan segi dan aspek yang akan 'dikembangkan ; pada mata pelajaran apa, segi atau aspek tersebut akan dikembangkan ; pada
 siapa, jenjang dan jenis pendidikan mana serta bagaimana kondisinya.
Kurikulum IPS SD tahun 2004 mengkontribusi bagamana mengembangkan sebuah model pembelajaran yg memadai untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa.Salah satu model pembelajaran yg dihasilkan adalah pembelajaran kooperatif sebagai pengembangan dari perpaduan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) atau Pembelajaran Peningkatan Prestasi Tim (PPPT); Teams-Games Tournament (TGT) atau Pembelajaran Permainan Tim (PPT); Jigsaw atau Permainan Keahlian Tim (PKT) dari Slavin dan Pembelajaran Kooperatif dari A.Lie. Sehingga melahirkan rencana pembelajaran yang berisi komponen-komponen yang sama dengan rencana pembelajaran sebagaimana digunakan di sekolah, yang biasa disebut rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), tetapi memiliki spesifikasi untuk mengajarkan tema atau topik-topik IPS yang menekankan keterampilan sosial.
Pada kurikulum IPS SD 1994 jumlah pokok bahasan lebih sederhana dibandingkan dedngan kurikulum IPS SD yang disempurnakan 1986, Pengembangan kurikulum (guru) lebih leluasa dalam mengembangkan kurikulum karena kurikulum 1994 tidak menepatkan alokasi waktu berdasarkan pokok bahasan melainkan alokasi waktu  percatur wulan, serta didalam penyampaian materi (kedalaman dan keluasan materi) guru diberi kebebasan selama pokok bahasan tersebut masih dalam satu caturwulan.
Dilihat dari struktur kurikulum, kurikulum IPS SD 1994 tidak berbentuk matriks horizontal yang terdiri dari beberapa kolom, melainkan terbentuk format vertikal khususnya dalam GBPP dibagi menjadi dua bagian, yakni bagian pertama pendahuluan dan bagian kedua program pengajaran IPS. Pendahuluan memuat rambu-rambu yang berkenaan dengan operasional GBPP dan program pengajaran memuat substansi materi pokok setiap tingkatan kelas.
Kurikulum IPS SD 1994 lebih banyak memberikan peluang kepada guru selaku pengembang GBPP di lapangan maka terdapat beberapa teknik pengembangan materi, seperti pengembangan materi berdasarkan konsep, berdasarkan isi (content), berdasarkan keterampilan proses, berdasarkan masalah, berdasarkan kekhususan daerah, dan berdasarkan pendekatan penemuan (inkuiri). Kurikulum IPS SD 1994 menekankan pada beberapa hal:
1.     Membaca, menulis, dan berhitung.
2.     Muatan lokal
3.     Ilmu pengetahuan dan teknologi
4.     Wawasan lingkungan
5.     Pengembangan nilai
6.     Pengembangan keterampilan

Disamping itu, penjelasan tentang keterampilan ditunjukkan bahwa keterampilan hanya dapat diraih melalui pengalaman belajar. Oleh karena itu guru harus merencanakan kegiatan belajar mengajar ini dengan memperhatikan pengalaman belajar yang mengacu juga pada pencapaian keterampilan (baik intlektual, personal maupun sosial).
Menurut kurikulum Pendidikan Dasar 1994, esensi tujuan pengajaran IPS di SD adalah pengembangan kemampuan dan sikap rasional yang bermuara pada pembentukan individu sebagai aktor sosial yang cerdas. Aktor sosial  yang cerdas tidak lain dari anggota masyarakat yang matang secara rasional dan secara emosional atau cerdas secara rasional dan emosional. Pendekatan yang cocok untuk mengembangkan kecerdasan rasional adalah pendekatan yang berorientasi pada proses penelitian dan proses konseptualisasi. Pendekatan yang berorientasi pada proses penelitian dikenal sebagai pendekatan inkuiri atau inquiry approach. Berikut prosedur baku pendekatan tersebut adalah  Masalah> Hipotesis > Data> Kesimpulan.
Proses konseptualisasi ini erat kaitannya dengan proses asimilasi akomodasi dan ekuilibrasi dalam pikiran kita. Oleh karena itu, dengan proses konseptualisasi ini seseorang akan dapat meningkatkan isi dan dinamika skemata dalam pikirannya.
IPS dalam kurikulum Berbasis Kompetensi SD dikembangkan berdasarkan pendekatan integrated, dimana untuk kelas 1-3 dikembangkan pembelajaran tematik.  Pada tingkat SMP berdasarkan pendekatan integrated antar disiplin ilmu-ilmu sosial (ekonomi, geografi, sejarah), walaupun dalam proses pembelajaran belum sesuai dengan pendekatan integrated. Sedangkan pada jenjang SMA masih tetap menggunakan pendekatan  disiplin ilmu yang terpisah (separated disciplinary approach), meliputi sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, dan antropologi.
Uraian di atas menunjukan bahwa kurikulum kita selama ini berorientasi pendekatan  disiplin ilmu yang terpisah (separated disciplinary approach), walaupun pada jenjang SD dan SMP terintegrasi, akan tetapi tidak secara menyeluruh menggambarkan pola integrasi. Sehingga cenderung mempermasalahkan ”curriculum space” antar disiplin ilmu sosial, bukan satu kesatuan dalam upaya memecahkan masalah sosial yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Realita di lapangan menunjukkan bahwa “sebagian besar siswa tidak dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara pemanfaatan pengetahuan tersebut saat ini dan di kemudian hari” (http://www.cord.org/lev2.cfm/56, p.1).  Kenyataan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran tidak memberikan makna bagi kehidupan siswa, karena content (materi pembelajaran) tidak mengaitkan  dengan pengetahuan, pengalaman, dan kebutuhan siswa, serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari saat ini dan di masa depan.
Dalam hal desain kurikulum IPS/IS hanya memungkinkan peserta didik membangun pengetahuan secara akumulatif dan meluas tetapi tidak mendalam. Hal ini dapat dilihat dari materi pada setiap jenjang pendidikan adalah berbeda dan semakin meluas, tidak tentang hal yang esensial serta semakin mendalam.


Secara teoritis atau konseptual, kurikulum berdasarkan kompetensi masuk ke dalam kelompok yang dinamakan ”outcomes-based curriculum” (Olivia, 1997:521). Dalam bentuknya yang masih awal, Olia (1997:512) mengemukakan bahwa perkembangan ide kurikulum berbasis kompetensi ”outcomes-based” dapat ditelusuri sejauh pertengahan abad ke XIX (sembilan belas) oleh seorang pendidik terkenal Herbert Spencer. Perkembangan ide kurikulum berbasis ”outcomess” di  Amerika Serikat dapat dikatakan pada awal abad ke-XX yaitu tahun 1918 atau menurut Tuxworth (Burke, 1995:10) pada tahu 1920-an. Pemikiran itu kemudian diikuti oleh Ralph Tyler tahun 1950 yang mengembangkan proyek kurikulum yang bertahap nasional dan  menjadi  terkenal dengan nama ”mastery learning and competency based” oleh Benjamin Bloom.
Dalam perkembangan pemikiran tentang kompetensi, lebih banyak digunakan untuk kurikulum vokasional dan profesional sebagai jawaban atas  tuntutan perkembangan dunia industri, yaitu kebutuhan akan tenaga kerja yang mampu melakukan pekerjaan ketika yang bersangkutan diterima di tempat kerja (Loon, 2001:2; Cinterfor, 2001:1; Tuxworth, 1995:11). Sebenarnya tidak ada masalah dengan kurikulum IPS yang berdasarkan kompetensi sepajang orientasi fislosofis kurikulum IPS berubah dari esensialisme dan perenialisme ke rekonstruksi sosial. Kurikulum IPS harus mampu mengembangkan kompetensi yang dipelrukan peserta didik untuk hidup di masyarakatnya berdasarkan permasalahan sosial yang ada.
Kata kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus dikuasai seorang peserta didik. Becker (1977) dan Gordon (1988) mengemukakan bahwa kompetensi meliputi ”pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, dan minat”. Dalam pengertian yang lebih konseptual McAsham (1981) merumuskan kompetensi sebagai berikut: ”Competency is knowledge, skills, and abilities that a person can learn and develop, which become parts of his or her being ti the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behavior”. Pengertian di atas sejalan dengan pendapat Wolf (1995), Debling (1995, Kupper dan Palthe (wolf, 1995:40) mengatakan bahwa esensi dari pengertian “is the ability to perform”. Debling (1995:80) mengatakan “competence pertains to the ability to perform the activities within a function or an occupational area to the level of performance expected in employment”. Kupper dan Palthe (Wolf, 1995:40) mengatakan “competencies as the ability of a student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find solutions and to realize them in work situations.
Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang pada tahap perecanaan (terutama dalam tahap perkembangan ide) dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan kemampuan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan yang muncul di masyarakat. Oleh karena itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:
a.     Pada waktu mengembangkan atau megadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulkum harus mengenal benar landasan filosofis, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Qullen (2001) mengatakan ”the firs part of the process of integration is to understand the theoritical and practical basis of a competency-based educational system”.
b.     Kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja dan perubahan masyarakat. Perkembangan tuntutan dunia kerja atau permasalahan yang berkembang di masyarakat menghendaki adanya kompetensi baru yang harus dikuasai oleh peserta didik.  Kupper dan Palthe (Wolf, 1995:45) mengingatkan hal ini dengan mengatakan bahwa dalam penentuan kompetensi suatu lembaga pendidikan haruslah ”has regular contacts with industry and busiess regarding the qualifications expected from our graduates”. Sedangkan Ferguson (2000:1) menyuarakan kepentingan masyarakat dan tidak membatasi diri pad dunia industri, ”when designing a course or a program using an outcomes based curriculum framework, the educator/designer begins by envisioning what students need to be able to do in their lives and what part of that is the responsibility of the course or program”. Kurikulum IPS yang berdasarkan kompetensi harus mengarah kepada what the students need to be able to do di masyarakat. Kompetensi bersifat dinamis dan berkembang terus sesuai dnegan perkembangan dalam berbagai bidang kehidupan.
c.     Memperhatikan prinsip ”no one course is strictly responsible for any one competency” dalam pengembangan program atau dokumen kurikulum (Indiana University Medical Science Program). Artinya seperti yang dikembangkan oleh Canada, maka ada essential learning abilities atau kompetensi yag harus dikembangkan terus menerus dan oleh banyak mata pelajaran.

      Kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum IPS harus bersifat terus menerus (developmental) dan ini merupakan suatu prinsip penting ketika menerjemahkan dokumen kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran.
Pada kurikulum 2004 Uji coba, pemodelan dan MBS dilakukan oleh pusat (Direktiorat dan Balitban). Telah memuat Standar Kompetensi, kompetensi Dasar, Indikator, Materi Pokok. Pembelajaran Berbasis Kompetensi Guru sebagai fasilitator. Pada pelaksanan di lapangan diberikan model-model (model-model silabus, model pembelajaran, model penilaian) dalam dokumen lengkap yg disusun pusat sebagai acuan/pedoman.
Ketentuan umum struktur kurikulum SD adalah substansi mata pelajaran IPS merupakan IPS terpadu dimana pendekatan pembelajaran pada kelas 1 s.d 3 dilaksanakan melalui pendekatan tematik sedangkan kelas 4 s.d 6 dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. Jam pembelajaran untuk setiap pelajaran dialokasikan.
Dalam pelaksanaannya kurikulum 2004 ini terdapat sejumlah rambu-rambu yang harus diperhatikan yaitu: (1) Dokumen standar kompetensi mata pelajaran Pengetahuan Sosial merupakan salah satu pedoman bagi pengembangan kurikulum di daerah untuk menyusun silabus. (2) Pengorganisasian materi menggunakan pendekatan kemasyarakatan yang meluas (expanding community approach) yakni dimulai dari hal-hal yang terdekat dengan siswa (keluarga) ke hal-hal yang lebih jauh (global).(3) Pembelajaran dalam mata pelajaran Pengetahuna Sosila menggunakan pendekatan terpadu (integrated aspproach) dan pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan menngkatkan kecerdasan, sikap, serta keterampilan sosia;. Pendekatan tersebut diwujudkan anmtara lain melalui penggunaan metode inkuiri, eksploratif, dan pemecahan masalah. Metode –metode pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan secara bervariasi di dalam atau di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan sumber-sumber belajar.(4) Dalam Pembelajaran Pengetahuan sosial perlu diikuti dengan paraktik belajar pengetahuan Sosila. Praktek belajar ini merupakan suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk memabnatu siswa agar memahami fakta, peristiwa, konsep dan generalisasi melalui paraktik belajar secara empirik, yang disebut paraktik kesadaran lingkungan.(5) Dalam pembelajaran Pengetahuan Sosila dapat menggunakan berbagai media yang mempunyai potensial untuk menambah wawasa dalam konteks belajar serta meningkatkan hasila belajar. Slide, film, radio, televisi, dan komputer yang dilengakapi dengan CD-Room dan hubungan internet dapat dimanpaatkan untuk mengakses berbagai iNformasi tentang isu lokal, nasional dan global.(6) Penilaian berbasis kelas dala mata pelajaran pengetahuan sosial diarahkan untuk mengukur pencapain indicator hasil belajar. Selainpenilain tertulis (pencil and paper test) dapat juga menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan (performance based assesment), penugasan (project), produk (priduct) atau (portofolio).(7) alokasi waktu tiap hasil belajar dapat diorganisasikan guru sesuia dengan alokasi yang diperlukan.(8) Urutan indikator dalam kurikulum 2004 dapat disesuiakan dengan kebutuhan.
Demikian uraian IPS di sekolah Dasar, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dan telah melaksanakan dua macam kurikulum SD yakni kurikulum 1994 dan 2004.

D. Kesimpulan
Ilmu Pengetahuan Sosial sangat penting diajarkan sejak tingkat Sekolah Dasar, untuk membekali siswa dalam menjalani kehidupan di lingkungannya. Dalam hal ini Ilmu Pengetahuan Sosial tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan kajian dan beberapa konsep Ilmu sosial diantaranya geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya.
Dalam mengajarkan IPS di SD sangat memerlukan kreativitas dan kemampuan menganalisis dan menyesuaikan dengan kajian dan lingkungan dimana anak hidup bersosial.
Dengan melihat berbagai peran IPS, maka penanaman nilai-nilai Sosial sangat diharapkan untuk mewujudkan masyarakat yang dinamis dan maju.
Persoalan manajemen kurikulum dan pembelajaran sangat berbeda antara kurikulum 1994 dengan kurikulum 2004. Ini akan sangat dirasakan oleh para guru pengajarnya karena mereka adalah perencana, pelaksana dan penilai pembelajaran. Merekalah yang akan dibingungkan setiap hari dalam melaksanakan tugasnya. Para guru adalah Korban pertama dari perubahan kurikulum.
Sehubungan dengan pembelajaran IPS di kelas 5 dengan fokus pengembangan keterampilan sosial. Hasil telaah perbandingan ini menemukan bahwa model pembelajaran yang cocok dan cukup efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial di kelas 5 adalah paembelajaran kooperatif.
Keberhasilan implementasi model ini juga memerlukan berbagai dukungan, bukan hanya kemauan dan kemampuan kita untuk menggali dengan tepat berbagai potensi bacaan atau hasil penelitian sebelumnya, juga kemampuan untuk melakukan atau mengembangkan inovasi dan kreatifitas untuk model pembelajaran, kecukupan waktu dan kemampuan untuk melakukan pendekatan, kerjasama serta pelatihan bagi para guru sebelum mengimplementasikan sebuah kurikulum baru di sekolah.













Daftar Pustaka


Adisukarjo, S. (2005). Horizon Pengetahuan Sosial 5 B. Jakarta: Yudhistira.

Al. Muhtar,S. (2006). Pengembangan Berfikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Banks, JA. & Ambrose, A.C. (1985). Teaching Strategies for the Social Studies. New York: Longman,inc.

Baar, Sarth and Shermis. (1978). The Nature of the Social Studies. Palm Spring California: ETC Publications.

Boediono,M. et, al. (1990). Menyongsong Globalisasi: Loncatan Konseptua &. Kepemimpinan Intelektual. Mimbar Pendidikan. IX. Bandung: IKIP Bandung.

Bogdan R. and Biklen, SK. (1992). Qualitative and Research for Education: An Introduction to Theory ana wetnoa. Boston: Allyn and Bacon.

Cartledge, Cr. And Milburn, J. f. (1992). Teaching Social Skill to Children: Innovative Approach. New York: Pergemon Press.

Chaplin, J.R. & Messick, R.G. (1992). Elementary Social Studies: A Practical Guide. New York: Longman.

Chauhan, S.S. (1979). Innovation in Teaching -Learning Process. New Delhi: Vikas Publishing House PVT,Ltd.

Combs,M. L. & Slaby,D.A. (1977). Social Skill Training With Children.. New York: Plennum Press.

Djahiri, K. (1997). Membina PIPS, IPS dan PPS yang Menjawab Tantangan Hari Esok, Jurnal Pendidikan E. Sosial 1/1993. Bandung: Forum Komunikasi FPIPS/PS Indonesia

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi SD dan MI. Jakarta.

Gagne, R. M. Briggs L.J., Wager W.W., (1992), Principles of Instructional Design, Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.

Hasil Evaluasi Kurikulum 1994 untuk SD.(1999) Jakarta. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Depdikbud

Hasan, Said Hamid.(1996)  Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta,  Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti, Depdikbud.

_________________.(2007) Revitalisasi Pendidikan IPS dan Ilmu Sosial untuk Pembangunan Bangsa. Makalah Seminar Nasional Revitalisasi Pendidikan IPS, UPI, Bumi Siliwangi, 21 November 2007

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia. 1994. Kurikulum Untuk Abad ke 21. Grasindo. Jakarta

Longstreet, W.S. dan Shane, G.Sh. (1993). Curriculum for A New Millenium. Boston: Allyn & Bacon.

Miller, J.P. dan Seller, W. (1985) Curriculu: Perspectives and practice. New York : Longmen

Nasution, S. (2003). Azas-azas Kurikulum. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Bumi aksara.

Oemar Muhammad At.Asy., (1997). Falsafah  Pendidikan Islam. Bulan bintang. Bandung. 
Oliva, F.O (1992) Developing the Curriculum. Third edition. New York : Harver  Collin  Publisher.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 tahun 2006.  

Pusat Pengembangan Kurikulum. (April 2006). Kebijakan Dasar Kurikulum 2004. Jakarta.

Schubert, W.H. (1986). Curriculum: Perspective, Paradigm, and Possibility.  New York: Macmillan.

Sukmadinata, N. Sy. (2004). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Somatri, M.Numan. (2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung: Remaja Rosdakarya

____________. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya.

Tanner, Daniel., (1980 ). Curriculum Development. Secon Edition. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika

Zais,  R.S.  (1976). Curriculum: Principles and Foundations.  New York: Harper & Row


http://www.education .gouv.fr/bo/2002/hs1/maternelle.htm)


0 komentar:

Posting Komentar